Profil Penulis Terkenal : "Andrea Hirata"

Posted: Jumat, 18 Juni 2010 by handokotkj in Label:
1

“Aku Ingin Menulis Buku Ilmiah”

Semua berawal dari Laskar Pelangi , novel berdasar memoar masa kecil yang ditulis lelaki berambut ikal penyandang nama panjang Andrea Hirata Seman Said Harun. Sejak itu, lelaki ini jadi ketagihan menulis (fiksi). Ia melewatkan malam-malam insomnianya dengan menulis. Saat menulis itu, ia seperti orang “kesurupan”.

Kata demi kata mengalir deras dari ujung-ujung jarinya, menjelma kalimat-kalimat dan bermuara pada sebuah kisah panjang dengan tokoh utama Ikal. Tiga judul buku–dari empat yang direncanakan–telah lahir dari tangannya. Dua di antaranya, Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi , sudah dilepas ke pasar dan menuai sukses lumayan. Berbagai pujian dan kritikan dari sidang pembaca diterimanya dengan senang hati. “Sebetulnya, Laskar Pelangi adalah buku keduaku. Buku pertama yang kutulis adalah buku ilmiah berjudul The Science of Business . Buku itu kutulis tahun 2003”, jelas Andrea mengenai perjalanan riwayat kepenulisannya.
“Buku itu semacam pembayar kewajiban moralku kepada Uni Eropa, lembaga yang memberiku beasiswa kuliah di Sorbonne (Prancis) dan Sheffield (Inggris),” tambahnya lagi.
Ya, Andrea memang sangat menggemari sains. Lantaran itu, ia sangat berharap satu hari nanti bisa kembali menulis sebuah buku sains, bukan cuma sastra.
“Segala hal yang berhubungan dengan sains dan buku selalu menarik perhatianku,” katanya.
“Apa jadinya jika Newton tidak menulis Principia ? Atau Adam Smith tidak pernah menelurkan The Nature and Causes of The Wealth of Nations ?,” sambungnya lagi.
Tetapi, kemudian bukanlah salahnya jika ia malah dikenal lebih dulu sebagai penulis fiksi lewat debutnya Laskar Pelangi . Mulanya, Andrea tidak pernah meniatkan naskahnya untuk dikomersilkan lewat industri buku. Ia menulis memoar itu untuk dipersembahkan sebagai kado ulang tahun bagi gurunya tercinta, Ibu Muslimah. (Dalam Laskar Pelangi , ibu guru ini adalah seorang tokoh yang sangat inspiratif, seorang guru miskin di sebuah sekolah dasar miskin di Belitong yang mendidik murid-muridnya dengan penuh kecintaan. Kabarnya, Ibu Muslimah tengah diusulkan untuk mendapatkan Ma’arif Award). Entah bagaimana ceritanya, naskah itu lalu “dicuri” oleh seorang sahabatnya dan diserahkan kepada penerbit. Penerbit yang beruntung ini, Bentang, langsung jatuh cinta dan lantas menerbitkannya.
Menyusul buku pertamanya, Andrea lantas menulis sekuelnya, Sang Pemimpi. Masih berkisah seputar sekolahan, buku keduanya ini pun terbilang sukses. Lagi-lagi ia mendapatkan setumpuk pujian sekaligus kritikan yang disikapinya dengan bijaksana.
“Aku tidak besar kepala karena pujian, dan ingin belajar dari pujian,” ujarnya. “Dan aku sangat terbuka terhadap berbagai kritik. Sayangnya, dari banyak kritik yang kuterima, belum ada yang benar-benar menyentuh sebstansi. Kecuali dari Prof. Sapardi Djoko Damono dalam sebuah diskusi di Bandung.”
Menurut lajang kelahiran 24 Oktober (tahun kelahirannya dirahasiakan) ini, kritik-kritik tersebut lebih banyak berbicara di permukaan. Meski demikian, ia sangat berterima kasih untuk segala masukan itu dan selalu menyambut gembira pihak yang mengundangnya untuk diskusi. Terakhir, ia diundang oleh Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Semarang, dan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok (Bogor). Total selama karier kepenulisannya, ia telah menerima undangan diskusi sebanyak 43 kali.
Apa mau dikata, Andrea Hirata akhirnya dengan sadar menjerumuskan diri ke dalam penulisan buku fiksi. Sejatinya, Laskar Pelangi merupakan buku pertama dari sebuah karya tetralogi. Setelah Sang Pemimpi , berikutnya berturut-turut akan terbit dua judul lagi, yakni: Edensor dan Maryamah Karpov yang dinanti-nanti para pembaca setianya.
Ekor kesuksesan Laskar Pelangi ditandai pula oleh diterbitkannya buku tersebut dalam edisi bahasa Melayu di Malaysia. Konon menjadi best seller di negeri jiran itu. Berkah lainnya adalah sudah ada pula tawaran untuk mengangkat kisah Ikal dkk ini ke layar lebar. Gosipnya, sutradara bertangan dingin, Riri Reza, yang akan menggarapnya. Kita tunggu saja, ya.
Kiranya Laskar Pelangi menjadi pintu pembuka bagi pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini untuk masuk lebih jauh lagi ke “jalan sunyi” sastra. Laskar Pelangi pula yang telah membuatnya menjadi semacam selebritis di jagad sastra, meskipun ditampik mati-matian oleh yang bersangkutan.
“Tidak ada pengaruh apapun (ketenaran itu- red ), kecuali makin sibuk dan kesulitan mengatur jadual kerja kantor dengan kegiata buku”, tandasnya buru-buru.
Namun Andrea harus mengakui, bahwa lantaran Laskar Pelangi cita-citanya membuka perpustakaan di kampung halamannya terwujud sudah. Perpustakaan itu menjadi tempat orang belajar ilmu (pengetahuan) dan agama Islam. Perpustakaan ini membuka diri bagi para relawan yang ingin bergabung.
Terlahir sebagai anak keempat dari pasangan N.A. Masturah (ibu) dan Seman Said Harun (ayah), Andrea Hirata menghabiskan masa kecilnya di Belitong. Setamat SMA, ia merantau ke Jawa, melanjutkan studi di FE-UI. Seusai meraih gelar sarjana ekonomi seperti telah ditulis di atas, ia berhasil mendapatkan beasiswa dari Uni Eropa untuk mengambil gelar master di Universite de Paris Sorbonne, Perancis serta Sheffield Hallam University, di Inggris. Ketika ditanya soal rencana menikah, sambil tertawa ia menyahut santai, “Menikah? Ha… ha… ha… sampai saat ini terpikirkan pun belum.”
Begitulah. Rupanya pernikahan masih jadi sesuatu yang belum jelas baginya. Namun, yang jelas, para penggemarnya, akan segera dapat menikmati Edensor , buku ketiga dari rangkaian tetralogi Laskar Pelangi . Masihkah bercerita tentang sekolahan?
“Ya. Edensor memilik garis merah yang tebal soal pendidikan. Tapi ada juga petualangannya. Tokoh-tokohnya masih tokoh sama dengan buku sebelumnya. Hanya saja sekarang mereka makin dewasa . Edensor adalah buku yang berusaha bercerita dengan jujur ihwal orang Indonesia ketika terdampar di negeri Barat,” Andrea memberi sedikit ‘bocoran’ karya terbarunya. Kedengarannya menarik ya? Kita sama-sama lihat saja nanti.

Biodata singkat            : Nama : Andrea Hirata Seman Said Harun
Tanggal lahir                : 24 Oktober
Pendidikan                : S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia S2 Universite de Paris Sorbonne (Perancis) dan Sheffield Hallam University (Inggris).
Pekerjaan                     : Staf PT Telkom, Bandung.
                                        
                                                   Posted by yasir maqosid  
                                                   Sumber :http://perca.blogspot.com/2007/06/profil-andrea-hirata.html

Profil Penulis Sukses : "Habiburrahman El Shirazy"

Posted: by handokotkj in Label:
2

Sebagian orang mengenal Habiburrahman El Shirazy (lahir di Semarang, 30 September 1976) sebagai penulis novel best seller berjudul Ayat-ayat Cinta, yang dalam waktu tiga tahun sudah menembus oplah sekitar 300 ribu eksemplar. 

Belakangan, makin banyak orang yang tahu bahwa di balik kepiawaiannya merangkai kata dalam bentuk tulisan, ia pun jago berdakwah lewat lisannya. Maka undangan untuk mengisi pengajian pun makin sering datang kepadanya. Ada yang mengundangnya semata-mata untuk mengisi pengajian, ada juga panitia yang sengaja menyelipkan jadwal ceramah di tengah-tengah acara bedah buku dan talkshow di bidang perbukuan. ”Pernah di Palembang, dalam dua hari saya harus mengisi delapan acara, baik bedah buku dan talkshow, maupun mengisi ceramah agama,” tutur peraih penghargaan Pena Award 2005 itu.

Habiburrahman adalah alumnus Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir, sebuah universitas Islam terkemuka di dunia. Di Negeri Seribu Menara itu, ia menimba ilmu keislaman tak kurang dari tujuh tahun lamanya (1995-2002). Sampai saat ini dia telah menulis belasan judul buku dan hampir semua buku yang ditulisnya best seller. Untuk bukunya berjudul ayat-ayat cinta saja dia mendapat royalty 1,5 Miliar Rupiah. Sedangkan untuk buku-bukunya yang lain tidak kurang dari 100 juta yang dia kantongi per judul.
Tempat tanggal lahir: Semarang, 30 September 1976
Pendidikan: S-1 Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir dan S-2 The Institute for Islamic Studies in Cairo, Mesir
Nama istri: Muyasaratun Sa’idah
Nama anak: Muhammad Nail Author
Karya
· Ayat-ayat Cinta
· Ketika Cinta Berbuah Surga
· Di Atas Sajadah Cinta
· Ketika Cinta Bertasbih
· Dalam Mihrab Cinta
· Nyanyian Cinta
· Ketika Derita Mengabadikan Cinta
· Pudarnya Pesona Cleopatra


                                                              Posted by yasir maqosid  

Profil Penulis sukses : "Clara Ng"

Posted: by handokotkj in Label:
0

Siapa sangka, ibu rumah tangga yang senang mengurus anak dan keluarga ini telah menerbitkan50 lebih karya fiksi. Hingga kini, karya-karya Clara masih terus mengalir, tak terbendung.

Ada dua tempat yang ditawarkan Clara, sebagai tempat untuk bertemu. Di rumah atau di kantor sebuah penerbitan terkemuka. Katanya, di dua tempat ini ia biasa menghabiskan waktunya.

Ketika akhirnya disepakati bertemu di kantor penerbitan, Clara langsung menjawab, “wah, bisa sekalian lihat draft novel terbaru saya.” Suaranya terdengar bersemangat. Itulah karya Clara yang ke 56, yang terbit akhir tahun lalu.

Tiga Tahun Berturut-turut
Ketika ditanya, apa yang membuat Clara Ng menulis? Ia langsung menyebut salah satu judul novelnya, ‘Dinsum Terakhir’. Katanya, ia menulis karena usia itu singkat, dan banyak hal yang harus diungkapkan. Hidup tidak abadi dan imajinasi seluas alam semesta. Dan, karena ia tidak punya sayap sementara komitmennya pada seni, bis amembawanya ke langit ke tujuh.
Di tahun 2002, untuk pertama kalinya Clara Ng menulis novel. Judulnya, ‘Tujuh Musim Setahun’. Diluar dugaan, tulisan iseng ini membuahkan penghargaan baginya sebagai salah satu novelis berbakat di Indonesia. Sayangnya, Clara langsung vakum selama dua tahun.
Setelah sekian lama tak menulis novel, Clara muncul dengan buku berjudul ‘Indiana Chronicle-Blues’, buku pertama dari trilogi ‘Indiana Chronicle’. Buku ini memposisikan dirinya sebagai pelopor genre Metropop.
Tak sampai setahun, wanita lulusan Ohio State University, jurusan Interpersonal Communication ini langsung mengeluarkan dua novel sekaligus, ‘Indiana Chronicle-Lipstick’, dan The (Un)Reality Show. Dan di tahun 2005, ‘Indiana Chronicle – Bridesmaid’ pun terbit.
Tak hanya menulis novel, Clara juga menulis buku anak-anak. Istri NicholasNg Hock Hooi ini bahkan mendapat penghargaan Adikarya Ikapi tiga tahun berturut-turut untuk buku anak-anaknya.
“Saya cukup bangga setelah menyadari buku anak-anak saya mendapatkan penghargaan Adikarya dari pemerintah tiga kali berturut-turut. Tapi, saya masih merasa penulis buku anak-anak masih sepi dari penghargaan dan dari pelakunya. Minat baca masyarakat kita khususnya untuk buku anak-anak juga masih rendah. Mereka masih memikirkan sandang pangan papan, baru memikirkan kebutuhan membaca anak-anak,” kata Clara.
Padahal, lanjut Clara, di Amerika, setiap minggunya, terbit puluhan ribu buku. “Di sini, seminggu baru beberapa ratus buku. Perbandingannya jomplang sekali. Buku laris, di sana bisa terjual jutaan eksemplar. Di sini, untuk buku yang best seller, hanya berapa ratus ribu eksemplar. Lantas, bagaimana dengan buku yang biasa-biasa saja ?’

Sering Mengejutkan
Membaca karya-karya Clara, seolah membuka cakrawali imajinasi yang berbeda-beda. Ia bisa menulis dalam beberapa genre. Kisah pun sangat beragam. Mulai dari kisah perempuan metropolitan, ibu, janda, anak-anak, hingga remaja. Tema pun mulai dari cerita keluarga, manusia dengan kepribadian terpecah, hingga kisah fantasi dewa-dewa Mesopotamia.
‘Jelas tidak ada cerita dari pengalaman pribadi,’ tegas Clara. Baginya, penulis adalah profesi yang soliter dan berat. ‘Penulis harus bisa masuk ke dalam dunia di mana hanya ada kau dan tokoh-tokoh ciptaannya. Tokoh-tokoh dalam novel saya itu sering mengejutkan saya. Mereka bisa ‘hidup’ sendiri.’ Clara pun tertawa lepas.
Setiap menulis novel, Clara selalu punya benang merah. ‘Awal dan akhirnya saya sudah tahu. Tapi di tengah-tengahnya, bisa dikejutkan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan. Tapi ya saya ikuti, apa yang diinginkan cerita itu. Bukan saya yang membuat cerita. Toh akhirnya, tetap ke tujuan akhir. Karena cerita tetap harus masuk akal dan sesuai dengan kaidah yang logis,” ujar Clara.
Selain menulis, Clara tak pernah lupa untuk membaca. Katanya, membaca adalah bagian dari proses menulis itu sendiri. Tidak heran kalau koleksi buku Clara saat ini mencapai 1000-an judul. Jumlah itu terus bertambah karena ia dan dua anaknya gemas sekali berbelanja buku.
‘Kalau lagi nggak mood, biasanya saya tidak nulis. Tapi itu bisa kok diatasi. Karena begitu saya baca tulisan itu, saya akan langsung lupa dengan ke-bete-an saya. Menulis itu seperti relaksasi,’ ucap Clara, tersenyum.

Ciptakan Waktu Sendiri
Clara begitu menikmati perannya menjadi istri dan ibu dua anak. Setiap hari ia bangun jam lima pagi untuk menyiapkan keperluan anak dan suaminya. Ia mengantar dan menjemput sendiri anak-anaknya sekolah.
‘Kewajiban pertama saya adalah sebagai ibu. Saya punya tanggung jawab antar anak sekolah, punya waktu untuk tidurkan anak di waktu malam, inilah saat-saat saya dekat dengan anak dan suasana paling enak. Saya juga harus menemani mereka makan, menemani belajar dan membuat PR. Jadi, diantara waktu-waktu itulah saya menulis. Misalnya diantara waktu saya jemput anak sekolah, itu ada kesempatan yang bisa saya manfaatkan untuk menulis,’ ujar Clara.
Agar tetap produktif, lanjut Clara, ia harus punya jadual menulis. ‘Saya biasa menulis disaat saya ada waktu luang. Jadi saya menciptakan waktu sendiri untuk saya menulis. Waktu akan datang ke saya, dan saya akan memanfaatkan waktu itu. Kalau Stephanie Meyer (penulis The Twilight Saga), itu kan menerkam waktu. Dan saya tidak bisa menerkam waktu, “ ujar Clara, tertawa kecil.
Clara juga punya ruang kerja, tempat ini menulis dan melakukan riset. Kalaupun ia harus meninggalkan rumah, ia mengirim tulisannya ke email, dan dilanjutkan menggunakan BlackBerry-nya. Itulah yang membuat Clara tidak pernah berhenti menulis. Setiap naskah bukunya rata-rata dirampungkan empat bulan.
‘Kuncinya cuma satu,’ kata Clara. ‘Kalau penulis pingin sejahtera serta hidup dari karyanya, ia harus konsisten menulis. Penulis bisa menikmati pendapatan setingkat manajer perusahaan besar asalkan terus berkarya. Selain itu, penulis harus punya idealisme yang bersanding dengan pertimbangan bisnis. Penulis harus bisa menjadikan namanya semacam brand untuk dijual,’  ujar Clara membagi kiat suksesnya.

                                                                                                          By : Aien Hisyam