Profil Penulis sukses : "Clara Ng"
Posted: Jumat, 18 Juni 2010 by handokotkj in Label: Artikel Penulisan
0
Siapa sangka, ibu rumah tangga yang senang mengurus anak dan keluarga ini telah menerbitkan50 lebih karya fiksi. Hingga kini, karya-karya Clara masih terus mengalir, tak terbendung.
Ada dua tempat yang ditawarkan Clara, sebagai tempat untuk bertemu. Di rumah atau di kantor sebuah penerbitan terkemuka. Katanya, di dua tempat ini ia biasa menghabiskan waktunya.
Ketika akhirnya disepakati bertemu di kantor penerbitan, Clara langsung menjawab, “wah, bisa sekalian lihat draft novel terbaru saya.” Suaranya terdengar bersemangat. Itulah karya Clara yang ke 56, yang terbit akhir tahun lalu.
Tiga Tahun Berturut-turut
Ketika ditanya, apa yang membuat Clara Ng menulis? Ia langsung menyebut salah satu judul novelnya, ‘Dinsum Terakhir’. Katanya, ia menulis karena usia itu singkat, dan banyak hal yang harus diungkapkan. Hidup tidak abadi dan imajinasi seluas alam semesta. Dan, karena ia tidak punya sayap sementara komitmennya pada seni, bis amembawanya ke langit ke tujuh.
Di tahun 2002, untuk pertama kalinya Clara Ng menulis novel. Judulnya, ‘Tujuh Musim Setahun’. Diluar dugaan, tulisan iseng ini membuahkan penghargaan baginya sebagai salah satu novelis berbakat di Indonesia. Sayangnya, Clara langsung vakum selama dua tahun.
Setelah sekian lama tak menulis novel, Clara muncul dengan buku berjudul ‘Indiana Chronicle-Blues’, buku pertama dari trilogi ‘Indiana Chronicle’. Buku ini memposisikan dirinya sebagai pelopor genre Metropop.
Tak sampai setahun, wanita lulusan Ohio State University, jurusan Interpersonal Communication ini langsung mengeluarkan dua novel sekaligus, ‘Indiana Chronicle-Lipstick’, dan The (Un)Reality Show. Dan di tahun 2005, ‘Indiana Chronicle – Bridesmaid’ pun terbit.
Tak hanya menulis novel, Clara juga menulis buku anak-anak. Istri NicholasNg Hock Hooi ini bahkan mendapat penghargaan Adikarya Ikapi tiga tahun berturut-turut untuk buku anak-anaknya.
“Saya cukup bangga setelah menyadari buku anak-anak saya mendapatkan penghargaan Adikarya dari pemerintah tiga kali berturut-turut. Tapi, saya masih merasa penulis buku anak-anak masih sepi dari penghargaan dan dari pelakunya. Minat baca masyarakat kita khususnya untuk buku anak-anak juga masih rendah. Mereka masih memikirkan sandang pangan papan, baru memikirkan kebutuhan membaca anak-anak,” kata Clara.
Padahal, lanjut Clara, di Amerika, setiap minggunya, terbit puluhan ribu buku. “Di sini, seminggu baru beberapa ratus buku. Perbandingannya jomplang sekali. Buku laris, di sana bisa terjual jutaan eksemplar. Di sini, untuk buku yang best seller, hanya berapa ratus ribu eksemplar. Lantas, bagaimana dengan buku yang biasa-biasa saja ?’
Sering Mengejutkan
Membaca karya-karya Clara, seolah membuka cakrawali imajinasi yang berbeda-beda. Ia bisa menulis dalam beberapa genre. Kisah pun sangat beragam. Mulai dari kisah perempuan metropolitan, ibu, janda, anak-anak, hingga remaja. Tema pun mulai dari cerita keluarga, manusia dengan kepribadian terpecah, hingga kisah fantasi dewa-dewa Mesopotamia.
‘Jelas tidak ada cerita dari pengalaman pribadi,’ tegas Clara. Baginya, penulis adalah profesi yang soliter dan berat. ‘Penulis harus bisa masuk ke dalam dunia di mana hanya ada kau dan tokoh-tokoh ciptaannya. Tokoh-tokoh dalam novel saya itu sering mengejutkan saya. Mereka bisa ‘hidup’ sendiri.’ Clara pun tertawa lepas.
Setiap menulis novel, Clara selalu punya benang merah. ‘Awal dan akhirnya saya sudah tahu. Tapi di tengah-tengahnya, bisa dikejutkan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan. Tapi ya saya ikuti, apa yang diinginkan cerita itu. Bukan saya yang membuat cerita. Toh akhirnya, tetap ke tujuan akhir. Karena cerita tetap harus masuk akal dan sesuai dengan kaidah yang logis,” ujar Clara.
Selain menulis, Clara tak pernah lupa untuk membaca. Katanya, membaca adalah bagian dari proses menulis itu sendiri. Tidak heran kalau koleksi buku Clara saat ini mencapai 1000-an judul. Jumlah itu terus bertambah karena ia dan dua anaknya gemas sekali berbelanja buku.
‘Kalau lagi nggak mood, biasanya saya tidak nulis. Tapi itu bisa kok diatasi. Karena begitu saya baca tulisan itu, saya akan langsung lupa dengan ke-bete-an saya. Menulis itu seperti relaksasi,’ ucap Clara, tersenyum.
Ciptakan Waktu Sendiri
Clara begitu menikmati perannya menjadi istri dan ibu dua anak. Setiap hari ia bangun jam lima pagi untuk menyiapkan keperluan anak dan suaminya. Ia mengantar dan menjemput sendiri anak-anaknya sekolah.
‘Kewajiban pertama saya adalah sebagai ibu. Saya punya tanggung jawab antar anak sekolah, punya waktu untuk tidurkan anak di waktu malam, inilah saat-saat saya dekat dengan anak dan suasana paling enak. Saya juga harus menemani mereka makan, menemani belajar dan membuat PR. Jadi, diantara waktu-waktu itulah saya menulis. Misalnya diantara waktu saya jemput anak sekolah, itu ada kesempatan yang bisa saya manfaatkan untuk menulis,’ ujar Clara.
Agar tetap produktif, lanjut Clara, ia harus punya jadual menulis. ‘Saya biasa menulis disaat saya ada waktu luang. Jadi saya menciptakan waktu sendiri untuk saya menulis. Waktu akan datang ke saya, dan saya akan memanfaatkan waktu itu. Kalau Stephanie Meyer (penulis The Twilight Saga), itu kan menerkam waktu. Dan saya tidak bisa menerkam waktu, “ ujar Clara, tertawa kecil.
Clara juga punya ruang kerja, tempat ini menulis dan melakukan riset. Kalaupun ia harus meninggalkan rumah, ia mengirim tulisannya ke email, dan dilanjutkan menggunakan BlackBerry-nya. Itulah yang membuat Clara tidak pernah berhenti menulis. Setiap naskah bukunya rata-rata dirampungkan empat bulan.
‘Kuncinya cuma satu,’ kata Clara. ‘Kalau penulis pingin sejahtera serta hidup dari karyanya, ia harus konsisten menulis. Penulis bisa menikmati pendapatan setingkat manajer perusahaan besar asalkan terus berkarya. Selain itu, penulis harus punya idealisme yang bersanding dengan pertimbangan bisnis. Penulis harus bisa menjadikan namanya semacam brand untuk dijual,’ ujar Clara membagi kiat suksesnya.
By : Aien Hisyam